TAFSIR AL-MUYASAR SURAT AL-BAQOROH 231-235

AL BAQARAH : 231

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ ۚ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ وَلَا تَتَّخِذُوا آيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Terjemah :
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Tafsir :
Bila kalian mentalak para istri, lalu mereka sudah mendekati masa habisnya iddah, maka silakan merujuk mereka sementara niat kalian adalah menunaikan hak-hak mereka secara baik sejalan dengan kaidah syar I dan kebiasaan, atau biarkan mereka sehingga mereka menyelesaikan iddah mereka. Hendaknya maksud merujuk mereka adalah bukan untuk memudharatkan mereka dan melanggar hak-hak mereka. Barangsiapa melakukan hal itu, maka dia telah menzhalimi dirinya sendiri, karena dia berhak mendapatkan hukuman. Jangan menjdaikan ayat-ayat Allah dan hukum-hukum-Nya sebagai bahan mainan dan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepadamu berupa Islam dan penjelasan tentang hukum-hukum-Nya secara terperinci. Ingatlah juga apa yang diturunkan kepadamu berupa al-Qur an dan sunnah. Bersukurlah hanya kepada Allah atas nikmat-nikmat yang agung ini. Allah mengingatkanmu dengan hal ini dan memperingatkanmu agat tidak menyimpang. Takutlah kepada Allah dan hendaknya kamu selalu merasa diawasi oleh-Nya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, tiada sesuatu pun yang samar bagi Allah, masing-masing orang akan dibalas sesuatu dengan haknya.

Asbabun Nuzul :

Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddi, ia berkata : Ayat ini turun pada seorang laki-laki dari Anshar bernama Tsabit bin Yasar yang mentalak istrinya, sehingga masa iddahnya tinggal dua atau tiga hari lalu dia merujuknya kemudian mentalaknya lagi demi menimpakan kemudharatan kepadanya, maka Allah menurunkan ayat ini.

Ibnu Abu Umar dalam musnadnya dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abu ad-Darda, ia berkata : Dulu seorang laki-laki mentalak istrinya kemudian dia berkata, aku hanya sekedar bermain-main, dia memerdekakan budaknya lalu berkata, aku hanya sekedar bermain-main, maka Allah menurunkan ayat 231 ini.

AL BAQARAH : 232

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Terjemah :
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bekas suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Tafsir :
Bila kalian mentalak istri-istri kalian kurang dari tiga, lalu iddah mereka telah habis tanpa kalian merujuk mereka, maka kalian wahai para wali jangan menyusahkan wanita-wanita yang ditalak tersebut dengan melarang mereka untuk kembali kepada suami mereka dengan akad nikah yang baru bila mereka menghendaki hal itu dan telah terwujud saling rela di antara keduanya secara syar I dan kebiasaan. Hal ini merupakan nasihat yang ditujukan kepada siapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Sesungguhnya tidak menghalang-halangi dan membiarkan para suami kembali kepada mantan istri mereka adalah lebih mulia dan lebih menjaga kesucian kehormatan kalian, lebih besar manfaatnya dan pahalanya bagi kalian. Allah mengetahui apa yang membawa kemaslahatan bagimu sedangkan kamu tidak mengetahui hal itu.

Asbabun Nuzul :

Al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain meriwayatkan dari Ma qil bin Yasar bahwa dia menikahkan saudara perempuannya dengan seorang laki-laki dari kaum muslimin kemudian suaminya mentalaknya dan tidak merujuknya sampai habi masa iddahnya, padahal si istri tadi masih sangat mencintai suaminya begitu pula suaminya masih sangat mencintai mantan istrinya ini. Lantas mantan suaminya tersebut melamarnya lagi bersama para pelamar lainnya. Ketika itu Ma qil berkata kepadanya : Orang tidak tahu diri, aku menghormatimu dengan menikahkanmu dengannya lalu kamu malah mentalaknya, demi Allah kamu tidak akan bisa menikahinya lagi selama-lamanya. Padahal Allah mengetahui bahwa wanita tersebut sangat membutuhkan bekas suaminya begitu pula sebaliknya, maka Allah menurunkan ayat 232 ini. Ketika Ma qil mendengarnya dia berkata : Aku dengar dan aku taat, ya Allah. Kemudian dia memanggilnya dan berkata kepadanya : Aku menikahkanmu dengannya dan memuliakanmu. Ibnu Mardawaih meriwayatkannya dari banyak jalan.

Kemudian dia meriwayatkan dari as-Suddi berkata : Ayat ini (ayat 232) turun pada Jabir bin Abdullah al-Anshari, dia mempunyai sepupu, suaminya mentalaknya satu kali lalu iddahnya habis kemudian suaminya ingin merujuknya tetapi ditolak oleh Jabir, dia berkata : Kamu mentalak sepupu kami lalu kamu ingin menikahinya kembali. Padahal wanita tersebut menginginkan mantan suaminya dan dia rela terhadapnya. Maka turunlah ayat ini.

AL BAQARAH : 233

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Terjemah :
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Tafsir :
Para ibu harus menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh bagi siapa yang ingin menyempurnakan susuan, sedangkan para ayah harus menjamin kehidupan dan pakaian para ibu yang menyusui lagi ditalak secara baik sejalan dengan syariat dan kebiasaan, karena Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sebatas kemampuannya. Tidak halal bagi bapak ibu menjadikan anak sebagai sarana untuk menimpakan mudharat diantara mereka berdua, saat bapak meninggal ahli waris wajib memikul nafkah dan pakaian yang dipikul oleh bapak saat dia masih hidup. Bila bapak ibu hendak menyapih anak yang disusui sebelum dua tahun, maka tidak masalah bagi keduanya untuk melakukan hal itu bila keduanya melakukannya dengan musyarawah dan saling rela di antara keduanya, demi mewujudkan apa yang baik bagi anak. Bila bapak ibu sepakat untuk menyerahkan anak kepada ibu susu selain ibu kandungnya, maka hal tersebut juga tidak masalah bila ayah si anak tersebut menyerahkan hak kepada ibu susu dan membayarnya dengan cara yang baik sesuai dengan apa yang dikenal di masyarakat. Takutlah kalian kepada Allah dalam segala urusan kalian, ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat, Dia akan membalas kalian atas itu.

AL BAQARAH : 234

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Terjemah :
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
Tafsir :
Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dan meninggalkan istri-istri mereka, para istri tersebut wajib menjalani masa tunggu (iddah) selama empat bulan sepuluh hari, selama itu ia tidak boleh keluar dari rumah yang dihuninya bersama suaminya, tidak boleh berhias dan tidak boleh menikah. Bila masa tersebut telah berakhir, maka tidak ada dosa atas kalian wahai para wali terkait dengan apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka dalam bentuk keluar dari rumah, berhias dan menikah sesuai dengan cara yang ditetapkan oleh syariat. Allah Maha Mengenal apa yang kalian lakukan, lahir maupun batin dan akan membalas kalian atasnya.

AL BAQARAH : 235

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Terjemah :
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Tafsir :
Tiada dosa atas kalian wahai kaum laki-laki terkait dengan ungkapan keinginan secara tidak langsung untuk menikahi wanita-wanita yang ditinggal wafat oleh suami-suami mereka, atau wanita-wanita yang ditalak tiga (thalaq bain) oleh suami mereka dalam masa iddah mereka. Tiada dosa atas kalian pula terkait dengan apa yang kalian pendam dalam hati kalian berupa keinginan untuk menikah dengan mereka bila masa iddah mereka telah usai. Allah mengetahui bahwa kalian akan menyebut-nyebut wanita-wanita yang berada dalam masa iddah, kalian tidak akan bisa menahan diri untuk diam karena kelemahan kalian. Oleh karena itu Allah membolehkan bagi kalian untuk menyebut-nyebut mereka secara tidak langsung atau memendamnya di dalam hati. Tetapi berhati-hatilah, jangan sampai kalian memberikan janji secara rahasia baik berupa hubungan yang haram atau kesepakatan untuk menikah saat iddah masih belum usai, kecuali bila kalian mengucapkan kata-kata yang menunjukkan bahwa wanita ini sepertinya diminati oleh banyak laki-laki.. Jangan melangsungkan akad nikah di masa iddah sampai ia rampung. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada pada diri kalian, maka takutlah kepada-Nya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun bagi siapa yang bertaubat kepada-Nya dari dosa-dosanya. Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya sehingga Dia tidak menyegerakan siksa atas mereka.

Dikutip dari kitab Tafsir Al-Muyassar Jilid 1, Penulis Syaikh Bakar Abu Zaid, Penerbit : An-Naba’.